Nggak lama kemudian, datanglah segelas es teh manis. Gulanya udah diaduk. Rasanya: nggak terlalu manis, nggak kurang manis juga. Pas. Menurutku. Enak. Seger.
Lagi asik-asik minum, eh, ada orang dateng.
“Kenalin, aku Dilan.”
Aku bingung. Siapa lu? kataku. Tapi dalam hati aja. Jadi nyatanya ya aku diem aja. Nggak enak gitu lho kalo diomongin. Hehe.
Dia cerita panjang lebar. Aku sih nyimak aja.
Dia bilang, waktu tahun 90-an, dia punya pacar, namanya Milea.
Dia cerita gimana dia pertama kali ketemu Milea.
Dia cerita waktu kasih kado ulang tahun Milea: buku TTS. Katanya: Selamat ulang tahun, Milea. ini hadiah untukmu, Cuma TTS. Tapi sudah kuisi semua. Aku sayang kamu. Aku tidak mau kamu pusing karena harus mengisinya.
Dia cerita juga soal cemburu. Katanya: Cemburu itu cuma buat orang yang nggak percaya diri. Nyatanya, waktu itu dia juga nggak percaya diri. Hihi.
Dan Dilan cerita tentang yang lain.
Setelah dia ngalor-ngidul, akhirnya aku beraniin ngomong ke dia.
“Dilan, kamu kayak es teh manis ini. Manis. Pas. Nggak lebih, nggak kurang. Diminum pas lagi haus. Tegukan pertama bikin seger. Begitu abis, pengen nambah lagi. Aku nggak kenal kamu. Tapi waktu aku denger cerita kamu, nggak tahu kenapa kayaknya menarik. Dan aku tertarik. Ceritamu bikin aku senyam-senyum sendiri. Ya, sendiri aja nggak ngajak kamu. Jadi ngayal. Ah, aku jadi pengen punya orang kayak Dilan.”
“Lho, kamu juga punya Dilan, tapi namanya bukan Dilan. Hehe.”
No comments:
Post a Comment